Salah satu metode yang efisien untuk mendeteksi
radiasi gamma dan mengukur energiny adalah menggunakan spektrometri sintilasi. Yang dimaksud dengan proses sintilasi
adalah terpancarnya sinar tampak pada saat terjadinya perpindahan/transisi
elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi yang lebih
rendah. Perpindahan elektron seperti ini dapat terjadi di dalam bahan detektor.
Perpindahan elektron dari tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi
yang lebih tinggi terjadi karena adanya proses eksitasi. Dalam proses
kembalinya elektron dari tingkat energi yang lebih tinggi ke tingkat energi
yang lebih rendah/keadaannya semula, maka akan dipancarkan energi yang berupa
foton sinar-X. Karena bahan detektor ditambahkan bahan pengotor berupa unsur
aktivator, yang berfungsi sebagai penggeser panjang gelombang, maka radiasi
yang dipancarkannya bukan lagi Sinar-X melainkan berupa sinar tampak.
Proses sintilasi ini akan terjadi
apabila terdapat kekosongan elektron pada orbit elektron yang lebih dalam.
Kekosongan elektron ini dapat disebabkan karena lepasnya elektron dari ikatannya
(proses ionisasi) atau proses loncatnya elektron ke tingkat energi yang lebih
tinggi (lintasan elektron yang lebih luar) karena dikenai radiasi. Semakin
besar energi radiasi yang diterima, maka akan terjadi kekosongan elektron di
orbit sebelah dalam akan semakin banyak, sehingga percikan cahaya yang
dikeluarkannya akan semakin banyak. Cahaya tampak yang terjadi ini selanjutnya
akan dikonversikan menjadi sinyal elektrik.
Detektor sintilasi selalu terdiri dari
dua bagian, yaitu: bahan sintilator dan photomultiplier. Bahan sintilator merupakan suatu bahan
padat, cair maupun gas, yang akan menghasilkan percikan cahaya bila dikenai
radiasi pengion. Photomultiplier digunakan untuk mengubah percikan cahaya yang
dihasilkan bahan sintilator menjadi pulsa listrik. Detektor sintilasi bekerja memanfaatkan radiasi fluoresensi
(biasanya cahaya) yang dipancarkan ketika elektron dari keadaan tereksitasi
kembali ke keadaan dasarnya pada pita valensi. Bahan yang dipilih sebagai bahan
detektor adalah bahan yang memungkinkan peristiwa kerlipan cahaya tersebut
dapat terjadi dalam waktu yang sangat cepat (kira-kira 1 µsekon).
Mekanisme
pendeteksian radiasi pada detektor sintilasi dapat dibagi menjadi dua tahap
yaitu: proses pengubahan radiasi yang
mengenai detektor menjadi percikan cahaya di dalam bahan sintilator dan proses pengubahan percikan cahaya menjadi pulsa
listrik di dalam tabung photomultiplier.
a.
Bahan sintilator
Di dalam kristal bahan sintilator terdapat pita-pita atau daerah yang
dinamakan sebagai pita valensi dan pita konduksi yang dipisahkan dengan tingkat
energi tertentu. Pada keadaan dasar, ground state, seluruh elektron berada di
pita valensi sedangkan di pita konduksi kosong. Ketika terdapat radiasi yang
memasuki kristal, terdapat kemungkinan bahwa energinya akan terserap oleh
beberapa elektron di pita valensi, sehingga dapat meloncat ke pita konduksi.
Beberapa saat kemudian elektron-elektron tersebut akan kembali ke pita valensi
melalui pita energi bahan aktivator sambil
memancarkan percikan cahaya.
memancarkan percikan cahaya.
Gambar Perpindahan Energi |
Jumlah percikan cahaya sebanding dengan energi radiasi diserap dan
dipengaruhi oleh jenis bahan sintilatornya. Semakin besar energinya semakin
banyak percikan cahayanya. Percikan-percikan cahaya ini kemudian ‘ditangkap’
oleh photomultiplier.
Jenis bahan sintilasi yang sering
digunakan adalah sebagai berikut:
1.
Kristal NaI(Tl):
digunakan untuk mengukur radiasi gamma dan SinarX. Detektor sintilasi NaI(Tl)
dibuat dari kristal tunggal natrium iodida (NaI) yang sudah sedikit diberi
pengotor Talium (Tl). Karena kristal NaI bersifat higroskopis, maka kristal
tersebut ditutup rapat-rapat dalam wadah alumunium (Al) yang dilapisi cromium
(Cr). Di antara kristal NaI(Tl) dan dnding wadah Al dimasukan reflektor berupa
serbuk mangan oksida (MnO) atau Alumunium trioksida (Al2O3). Kristal NaI(Tl)
direkatkan pada sebuah tabung pelipat ganda elektron menggunakan perekat bening
yang terbuat dari silikon. Pada ujung tabung pelipat ganda elektron terdapat
elektroda peka cahaya yang disebut fotokatoda.
2.
Kristal ZnS(Ag):
digunakan untuk mengukur radiasi alpha dan beta.
3.
Kristal LiI(Eu):
digunakan untuk mengukur radiasi neutron lambat karena unsur Li akan bereaksi
dengan neutron menghasilkan partikel alfa. Partikel alfa yang dihasilkannya
akan mengeksitasi bahan sintilator sehingga mwnghasilkan percikan cahaya. Jadi
proses sintilasi di sini terjadi secara tidak langsung.
4.
Sintilator
organik: sintilator organik ini dibuat dari bahan organik seperti anthracene
atau stilbene. Sintilator ini dapat berupa cair (sintilator cair) atau berupa
padat. Kegunaan utama sintilator cair ini adalah untuk pengukuran radiasi beta
aktivitas rendah (low level counting).
b. Sintilator cair
Detektor ini sangat spesial dibandingkan dengan jenis detektor yang lain
karena berwujud cair. Sampel radioaktif yang akan diukur dilarutkan dahulu ke
dalam sintilator cair ini sehingga sampel dan detektor menjadi satu kesatuan
larutan yang homogen. Secara geometri pengukuran ini dapat mencapai efisiensi
100 % karena semua radiasi yang dipancarkan sumber akan “ditangkap” oleh
detektor. Metode ini sangat diperlukan untuk mengukur sampel yang memancarkan
radiasi b berenergi rendah seperti tritium dan C14.
Masalah yang harus diperhatikan pada metode ini adalah quenching
yaitu berkurangnya sifat transparan dari larutan (sintilator cair) karena
mendapat campuran sampel. Semakin pekat konsentrasi sampel maka akan semakin
buruk tingkat transparansinya sehingga percikan cahaya yang dihasilkan tidak
dapat mencapai photomultiplier.
c. Tabung
photomultiplier
Tabung Photomultiplier |
0 komentar:
Posting Komentar